Kamu Lah Takdir Sesungguhnya
~ Elfia Zikra ~
Malam
ini bulan bersinar tidak seperti biasanya. Setengah cahanya tertutup awan hitam
sang kegelapan. Gemerlap bintang pun mulai redup. Aku tersandar di sebuah pohon
cerry di tepi danau. Berusaha mencabut duri masalah yang sudah dua hari menusuk
kepalaku. Secarik kertas yang kutemukan di sudut meja kerja ayah. Sudah 45 jam
mengacaukan pikiranku. Mencari makna dari kata-kata yang ada di kertas putih
itu.
Tiba-tiba pertanyaan itu
muncul di benakku, ”Siapa aku?, siapa yang selama ini ada di dekatku?, siapa
dua orang yang selama ini menjelma sebagai ingkarnasi Adam dan Hawaku?”
Riuh suara jangkrik. Tiupan
angin yang menghempas dedaunan, seakan memberi jawaban yang tak dapat ku
mengerti. Aku terkejut di tengah lamunanku. Ponsel yang berada di pangkuanku
berdering. Ayah. Itu lah orang yang memanggilku lewat benda kecil canggih itu.
Ku angkat telepon itu. Ku letakkan di sisi kanan telingaku.
“Nak, kamu ada di mana
sayang?. Ayah cemas, sudah dari sore kamu pergi. Ayah jemput ya. Sekarang
posisi kamu di mana?”, lirih ayah. Dengan suara tenang, aku menjawab, “Di
tempat biasa yah, Liu gak apa-apa kok, bentar lagi pulang. Gak usah dijemput”.
“Ya sudah. Terus, apa kamu sudah makan?, bawa jaket?, angin malam nggak baik
sayang”, sambung beliau cemas.
“Iya yah, Liu akan pulang”,
jawabku singkat mengakhiri percakapan. Aku mencoba bangun dan melangkahkan kaki
menuju rumah yang selama ini sudah kuanggap `surga kecil’ku dan sekarang mulai
ku pertanyakan kebenarannya.
Sesampainya aku di rumah, ku
lihat ibu sudah menungguku di sofa. Aku masuk dan mengucapkan salam. Ibu
menjawab sambari berjalan mendekatiku. “Kamu gak apa-apa kan sayang?, dari mana
saja?. Kenapa sampai selarut ini pulangnya?, tanya ibu dengan memelukku erat.
Aku menyembunyikan kesedihanku
dengan sebercak senyum dan membalas dengan satu jawaban, “Aku tidak apa-apa Bu.
Cuma butuh ketenangan aja”. Aku pergi meninggalkan Ibu dan berjalan ke kamar.
Sesampai
aku di ruangan pribadiku, ku keluarkan kertas yang ku sembunyikan di kantong
celanaku. Ku rebahkan tubuh ini di atas pembaringan empuk. Tidak sadar butiran
air mata mulai jatuh saat melihat kertas itu. Deretan kata dari kesimpulannya
berulang-ulang kali ku baca.
“Berdasarkan
tes yang kami lakukan, hasil penelitian membuktikan 99% DNA Liu Monalisa tidak
sesuai dengan DNA Antoni Saputra”.
Perasaanku berkecamuk. Siapa
yang bisa memberiku penjelasan. Aku tidak berani menanyakan kepada Ayah atau
pun kepada Ibu.
Setelah sekian lama aku
menangis, aku terlelap dalam pangkuan kenyataan. Singga cahaya sang raja siang
menyilaukan mataku. Aku terlambat bangun. Tetapi syukur lah sekarang hari
libur. Aku pergi membersihkan badan ke kamar mandi. Setelah itu aku turun ke
bawah menuju meja makan untuk sarapan.
Suatu kebiasaan yang selalu
kami lakukan setiap pagi untuk membincangkan rencanakegiatan per hari. Tetapi
kali ini ada yang beda. Ayah, Ibu, duduk termenung tanpa menyambutku dengan
kecupan hangatnya. Setelah sadar, mereka pun terlihat gugup dan mencoba
menyusun kata-kata yang pas. Ibu mendekatiku, “Sayang, kamu itu segalanya bagi
kami. Tidak ada yang bisa menggantikanmu di hati kami. Tiada kebahagiaan yang
datang tanpa kehadiranmu”, ungkap beliau dengan haru. Air mataku mulai
meluncur, “Ibu, siapa aku ini?, apa maksud kertas itu?”. “Sayang, kenapa kamu
bertanya seperti itu? Sampai kapanpun kamu akan tetap jadi anak kami”
“tapi aku bukan anak yang
lahir dari rahimmu Ibu itulah kebenaran nya”
Ayah mendekap ku “Liu, kami
tidak mau tau dengan kebenaran itu. Yang kami tau kamu lah anak kami, meskipun
kamu tidak terlahir dari rahim Ibu. Tetapi, hubungan batin kita sudah terjalin
sejak kamu bayi, kamu segalanya bagi kami.” Dengan tersedu aku menjawab, “tapi
bagaimana dengan anak kalian, bagaimana dengan orang tua ku” ibu mengurai
rambutku “sudah sayang inilah takdir kamu bersama kami, kita jalani apa yang
sudah terjadi yaitu kamu lah putri kami.
Bagaimana ini bisa terjadi yah!
Semua ini
terjadi karena kelalaian rumah sakit sayang, kamu tertukar, tapi sudahlah
kamulah takdir kami, kami pun berpelukan dalam dekapan kasih sayang.
Tidak ada komentar untuk "Kamu Lah Takdir Sesungguhnya"
Posting Komentar