PROSES BERDIRINYA PERSATUAN TARBIYAH ISLAMIYAH
Sumber Photo: http://baralekdi.blogspot.com |
Untuk mendirika Tarbiyah Islamiyah ini tentu tidak akan mudah. Untuk mendirikan suatu lembaga sosial kemasyarakatan sekaligus menjadi lembaga pendidikan tentu sangat membutuhkan sosok tokoh yang sangat berpengaruh di temngah-tengah masyarakat. Untuk itu ada tiga tokoh yang sangat sentral untuk mempelopori berdirinya Tarbiyah Islamiyah ini, yaitu:
a. Maulana Syekh Sulaiman Ar-Rasuly (Inyiak Canduang)
b. Maulana Syekh Muhammad Jamil Jaho (Inyiak Jaho)
c. Maulana Syekh Muhammad Sa’ad Mungka
Sejak awal Tarbiyah Islamiyah ini berdiri, para pendirinya sudah menyatakan komitmennya bahwa Tarbiyah Islamiyah berpaham kepada paham Ahlussunnah Waljama’ah dan untuk mazhab fiqhnya berpegang kepada mazhab Syafi’i.
Pada dasarnya pendidikan keagamaan sudah bejalan cukup lama di ranah Minang, tapi pada saat itu masih belum efektif karena masih berbetuk sistem pendidikan klasik. Oleh karna siklus dari reformasi yang dilakoni oleh Inyiak Canduang, maka beliau melakukan sebuah gebrakan untuk membentuk Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI).
Proses berdirinya madrasah ini diawali oleh musyawarah antara ulama-ulama yang menganut paham Ahlusunnah waljama’ah yang ada di Sumatera Barat pada tanggal 5 mei 1928. Dan akhirnya pada musyawarah ini disepakati bahwa ada reformasi sistem pendidikan dari klasik menjadi sistem Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Ada beberapa ulama yang menghadiri musyawarah tersebut, diantaranya adalah:
• Syekh Sulaiman Ar-Rasuly
• Syekh Abbas Al-Qhadi (Ladang Laweh, Bukittinggi)
• Syekh Ahmad (Suliki)
• Syekh Muhammadjamil Jaho (Jaho, Padang Panjang)
• Syekh Abdul Wahid Ash-Sholeh (Suliki)
• Syekh Muhammad Arifin (Batu Hampar)
• Syekh Alwi (Koto Nan Ampek, Payakumbuh)
• Syekh Jalaluddin (Sicincin, Pariaman)
• Syekh Abdul Madjid (Koto Nan Gadang)
• Mhs Sulaiman (Bukittinggi)
Seiring dengan bergantinya waktu dan melihat perhatian masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan agama Islam, sehingga dengan waktu relatif singkat berdirilah beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) di Sumatera barat, dan sekarang sudah ada sekitar 216 MTI yang berdiri di sumatera barat. Menurut urutan tahun berdirinya ada tiga Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) yang mula-mula berdiri di Sumatera Barat, Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) itu adalah:
- MTI Canduang di Candung Bukittinggi yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuly pada tahun 1928 M. Tetapi pada dasarnya pendidikan di sana sudah ada sebelum Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) ini didirikan, karena sebelum itu di Canduang ini sudah ada pendidikan pesantren. Jadi tida berarti dalam tahun 1928 tersebut dimulai kelas satu, malah pada saat itu sudah banyak santri yang telah menguasai seluk beluk ajaran agama.
- MTI Jaho di Jaho Padang Panjang yang didirikan oleh Syekh Muhammad Jamil Jaho pada tahun 1929 M. sama halnya dengan Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) yang pertama di Jaho ini juga sudah terdapat pengajian-pengajian yang belum formal, tetapi baru di formalkan pada tahun ini yaitu dengan berdirinyan Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) Jaho ini.
- MTI Malalo di Padang Laweh Malalo yang didirikan oleh Syekh Zakaria Labai Sati bertepatan dengan tahun 1930 M. hal ini sesuai dengan catatan yang tertera pada papan petunjuk nama Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Malalo.
Pada dasarnya PERTI hanya sebagai organisasi yang bertujuan untuk mengumpulkan kekuatan agar bisa membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia pada waktu itu. Namun disebabkan gejolak reformasi yuang terjadi pada tahun 1946 maka organisasi PERTI beralih fungsi menjadi partai politik yang dipelopori oleh K.H Sirajudim Abbas murid dari syekh Sulaiman ar-Rasuli sendiri.
Peralihan ini terjadi bukan karna gejolak reformasi pada saat itu saja, tetapi juga ada faktor lain, seperti maklumat NO.X/1945 pada bulan November yang dikeluarkan oleh wakil Presiden Moh. Hatta (Bung Hatta), yang isinya mendorong agar semua masyarakat Indonesia ikut serta bergabung dengan partai politik, bahkan dianjurkan untuk membentuk partai politik demi tegaknya demokrasi di tanah Nusantara tercinta.
Maka dengan adanya beberapa faktor tersebut yang membuat K.H Sirajudjin Abbas berinisiatif untuk mendirikan yang berbasis Tarbiyah Islamiyah, lalu beliau meminta izin kepada sesepuh atau para pendiri Tarbiyah Islamiyah, dan bak Gayung bersambut kata terjawab para pendiri pun setuju untuk mendirikan partai tersebut, dengan catatan jangan meninggalkan tugas pokoknya yaitu pendidikan, dakwah, kegiatan sosial keagamaan dan keummatan.
Sehingga pada bulan desember 1946 melalui Konggres Tarbiyah Islamiyah di Bukittinggi diputuskan Persatuan Tarbiya Islamiyah membuat suatu partai yaitu PI PERTI (Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah) sekaligus mengangkat K.H. Sirajudin Abbas sebagai ketua umumnya. sehingga PERTI pun ikut mengambil andil dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun seiring dengan berlalunya waktu, terjadi perpecahan di dalam tubuh PI PERTI itu sendiri, karena perebutan kursi kekuasaan dan setelah munculnya perbedaan pandangan di kalangan internal organisasi ini, apalagi selama 23 tahun partai ini berjalan telah meluputkan perhatian pada tujuan semula dalam bidang pendidikan karena lebih terfokus pada masalah-masalah politik, sehingga hal tersebut membuat kecewanya para pendiri Tarbiyah Islamiyah terutama Syekh Sulaiman ar-Rasuly.
Maka untuk menyelamatkan organisasi ini, beliaupun mengambil suatu keputusan dangan dengeluarkan dekrit pada tanggal 1 mei 1969 agar PERTI kembali ke khitahnya sebagai organisasi yang bergerak dibidang sosial seperti pada awal berdirinya 1928. Dan nama Partai Islam PERTI diganti menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan disingkat menjadi Tarbiyah saja.
Akan tetapi, gagasan kembali ke khittah 1928 yang merupakan pesan-pesan terakhir Syekh Sulaiman Ar-Rasuly ini, oleh para pelanjut organisasi Tarbiyah, diinterpretasi sebagai hanya keharusan organisasi untuk tidak menjadi partai politik, bukan tidak berpolitik. Sehingga dalam perkembangannya setelah tahun 1970an, organisasi Tarbiyah berafiliasi dengan salah satu kekuatan politik (yang bukan partai politik), yaitu Golongan Karya.
Akhirnya, apa yang sesungguhnya menjadi keinginan pendiri untuk mengembalikan organisasi menjadi organisasi yang berkonsentrasi bagi pengembangan pendidikan Islam, kembali menjadi terabaikan. Kesibukan para tokoh organisasi Tarbiyah dalam mengurusi soal-soal politik, telah meluputkan perhatian mereka dalam mengembangkan sistem pendidikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah sendiri. Hingga hari ini kita menyaksikan trend MTI yang mengalami penurunan grafik secara tajam.
Diposting oleh: Fitra Yadi
Sumber: http://ppti-malalo.blogspot.com/
persatuan Tarbiyah Islamiyah diawali para cendikiawan dan ulama Sumatera Barat
BalasHapus